ALAN BUDIKUSUMA |
Bagi pebulutangkis Alan Budikusuma, dunia bulutangkis seperti sudah mendarah daging dalam tubuhnya.
Seluruh aktivitas hidupnya ia curahkan untuk bulutangkis.
Lebih dari sepuluh tahun sejak memutuskan gantung raket, kehidupan pria bernama lengkap Alexander Alan Budikusuma Wiratama itu masih didedikasikan bagi kemajuan prestasi bulutangkis Indonesia.
Keterikatannya dengan dunia bulutangkis berawal sejak ia berumur tujuh tahun. Setahun kemudian, Alan mulai bergabung dengan klub bulutangkis Rajawali, di kota kelahirannya, Surabaya.
Keseriusan Alan mendalami bulutangkis ia buktikan dengan memutuskan meninggalkan kota kelahirannya. Di usianya yang ke 15, Alan bergabung dengan klub yang juga banyak mencetak atlet bulutangkis berprestasi, yaitu PB Djarum.
“Di bawah bimbingan Pak Budy Hartono saya banyak berkembang,” kata pria kelahiran 29 Maret 1968 itu mengenang awal karirnya.
Berkat disiplin diri dan latihan yang ia jalani bersama pemusatan latihan nasional (Pelatnas), karir Alan di dunia bulutangkis kemudian mencapai puncaknya pada 1992.
“Saat itu saya meraih emas Olimpiade setelah mengalahkan rekan sendiri, Ardy Wiranata,” kata juara Indonesia Terbuka 1993 itu.
Pada Olimpiade yang dilangsungkan di Barcelona itu, kekasih Alan yang kemudian menjadi istrinya, Susy Susanti, juga berhasil menyabet emas.
Saat itu Alan dan Susy banyak disebut sebagai `pengantin emas Olimpiade` dan julukan itu semakin melekat setelah Alan dan Susy menikah pada 9 Februari 1997.
Setahun sebelumnya, Alan juga berhasil menyumbang angka bagi Indonesia dalam perebutan Piala Thomas 1996 di Hong Kong melawan tim Denmark.
Prestasi Alan lainnya juga tak kalah mengagumkan. Ia pernah dua kali juara Thailand Terbuka, yaitu pada 1989 dan 1991, China Terbuka (1991), Jerman Terbuka (1992), Piala Dunia (1993), dan Malaysia Terbuka (1995).
Setelah Olimpiade Atlanta 1996, Alan memutuskan pensiun dari bidang olahraga yang sangat dicintainya itu.
Mendukung di Balik Astec
Pensiun dari bulutangkis tidak langsung memutus hubungan Alan dengan bulutangkis. Sejak pertengahan 2002, Alan bersama Susy mendirikan perusahaan yang memproduksi raket dengan merek sendiri, yaitu Astec (Alan-Susy Technology).
“Awal membuka usaha ini memang salah satunya sebagai jaminan hari tua. Masyarakat Indonesia juga tahu kalau seorang atlet jika pensiun tidak memiliki jaminan kesejahteraan,” kata Alan.
Terjunnya Alan ke dunia bisnis setelah tidak lagi beraktivitas di dunia olahraga bukan semata-mata demi materi. Ayah tiga anak itu berharap dapat turut andil membangun bulutangkis Indonesia.
“Melalui Astec, kami berkomitmen memajukan bulutangkis di Indonesia melalui inovasi teknologi dan menciptakan produk terbaik untuk mendukung `performance` para pemain,” kata penerima Tanda Kehormatan RI Bintang Jasa Utama itu.
Salah satu inovasi terbaru itu, kata Alan, baru-baru ini Astec menciptakan produk raket yang diberi nama Aerolift yang terinspirasi dari kecepatan pukulan atlet China, Lin Dan, yang mencapai 300 km/jam.
“Saat itu terekam oleh kamera BWF dan diukur kecepatannya. Dari situ kami berpikir untuk menciptakan produk yang bisa meningkatkan kecepatan pada saat atlit memukul bola,” jelas Alan.
Alan berharap, produk teranyarnya itu dapat membantu atlet Indonesia menghasilkan pukulan-pukulan yang lebih cepat dan tajam.
“Kecepatan 0.01 detik/jam sangat menentukan dalam pertandingan,” kata mantan pengurus PBSI di era Sutiyoso itu.
Tak berhenti pada menciptakan produk-produk yang dapat mendukung permainan para atlet, pada 2005 Alan dan Susy menggagas turnamen yang diperuntukkan bagi anak-anak dan dewasa, Astec Terbuka, untuk memajukan bulutangkis Indonesia.
“Harapannya dari turnamen itu dapat lahir bibit-bibit pemain bulutangkis muda dan juga dapat mencetak lebih banyak lagi pemain berprestasi di tahun yang akan datang,” kata Alan yang bertindak sebagai Wakil Ketua Penyelenggara Astec Terbuka dan Indonesia Internasional Challenge 2009.
Mulai tahun ini, kategori dewasa pada Astec Terbuka masuk dalam kalender Federasi Bulutangkis Dunia (BWF).
“Ini merupakan tahun pertama Astec dipercaya BWF menyelenggarakan turnamen bertingkat internasional,” kata Alan.
Untuk mewujudkan komitmen memajukan dunia bulutangkis Indonesia, Alan bersama Astec kemudian menjadi sponsor bagi salah satu klub bulutangkis yang juga telah mencetak sejumlah pemain dunia, yakni Tangkas Alfamart.
“Kami ingin memberikan dukungan bagi pemain supaya bisa berprestasi lebih baik lagi,” katanya.
Diakui Alan, pengadaan fasilitas dan pembinaan untuk seorang atlet membutuhkan biaya yang cukup besar.
“Biaya itu dibantu dari sponsor. Oleh karena itu, kualitas pemain yang dihasilkan klub besar dan klub kecil juga berbeda,” kata Alan.
Hal itu, tambah Alan, menimbulkan semacam persepsi bahwa atlet pelatnas didominasi oleh atlet-atlet dari satu atau dua klub saja.
“Padahal semua pemain dari semua klub sama-sama berpeluang masuk pelatnas,” katanya.
Oleh karena itu, Alan berharap di Indonesia akan semakin banyak klub bulutangkis yang berkualitas.
“Dengan demikian dapat menghasilkan lebih banyak lagi bibit pemain andal,” kata juara Belanda Terbuka 1989 itu.
PROFILE :
Nama : Alan Budikusuma
Lahir : Surabaya / 29-03-1968
Prestasi :
- Medali Emas Olimpiade Barcelona 1992
- Juara Malaysia Open 1995
- Juara Indonesia Open 1993
- Juara Invitasi Piala Dunia 1993
- Juara German Open 1992
- Juara China Open 1991
- Juara Thailand Open 1989 dan 1991
- Juara Dutch Open 1989
Tanda Kehormatan Republik Indonesia Bintang Jasa Utama
0 komentar:
Posting Komentar